Namun, hal ini berbanding terbalik karena sejumlah daerah sentra malah menggelar panen raya. Kementan)gencar melaksanakan program pompanisasi sebagai solusi cepat menghadapi darurat pangan akibat kekeringan panjang.
Eko menegaskan bahwa semua potensi yang ada ini merupakan hitungan sementara karena pencatatan masih terus berlangsung hingga 20 September mendatang. "Ini sifatnya potensi, karena realnya baru selesai dihitung setelah tanggal 20 September," jelasnya.
Baca Juga: Makan Siang Gratis, Ini Dampak Bagi Pertanian dan Peternakan di Jawa Barat
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Agustus 2024 turun sebesar 1,15 persen secara bulanan (MoM), sementara harga beras premium di penggilingan turun 1,19 persen.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Moch Arief Cahyono, menyatakan bahwa anomali ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang diambil Kementan mampu merespons perubahan iklim dan tantangan di sektor pertanian dengan efektif.
Menurut dia, fenomena ini mungkin belum pernah terjadi dalam 30 tahun terakhir, bahkan sejak Indonesia merdeka. Artinya, program dan kebijakan Kementan terkait pompanisasi dan oplah sudah tepat, karena berdampak positif terhadap peningkatan produksi.
“Sejak dulu, penurunan harga gabah dan beras, termasuk di tingkat penggilingan padi, menjadi tren yang lazim selama musim kemarau. Namun, berkat langkah-langkah proaktif yang diambil Kementan dalam menghadapi tantangan iklim, tren tersebut berhasil dibalik,” ujar Arief. ***