Teh Sinensis, Potensi Kebangkitan Bisnis Perkebunan Teh di Jawa Barat 2024

20 Agustus 2024, 14:00 WIB
Hasil olahan teh sinensis dari pabrik teh Pasir Canar, Canjur, Jawa Barat. /Instagram @pasircanar.id

JABARINSIGHT – Usaha perkebunan teh di Indonesia secara umum, terutama Jawa Barat, masih berupaya bangkit dengan memanfaatkan pasar yang ada. Tetapi, diam-diam pasar teh Indonesia masih cukup banyak peluang, termasuk menjual jenis yang memiliki cita rasa lebih disukai konsumen.

Adalah teh jenis sinensis, yang merupakan salah satu harapan baru kebangkitan bisnis teh Indonesia. Teh jenis sinensis diketahui memiliki harga jual lebih tinggi dibandingkan jenis assamica yang umum diusahakan di Indonesia, karena cita rasa namun produksi masih sedikit.

Di Indonesia, pengusahaan teh jenis sinensis dilakukan di Jawa Barat, yaitu di Cianjur dan Garut, serta di Banten di Bayah, Kab. Lebak, serta di Sumatera Utara. Areal kebun teh sinensis masih sedikit, tetapi di Jawa Barat pasar berikut bagus sudah ada di Kecamatan Takokak, Cianjur oleh Pabrik teh Pasir Canar.

Baca Juga: Teh Sinensis Asal Cianjur Banyak Peminat, Cita Rasa Membuat Harga Lebih Tinggi

Luasan di Indonesia

Sekretaris Asosiasi Teh Indonesia (ATI), Atik Dharmadi, kepada Jabar Insight, di Bandung, Selasa, 20 Agustus 2024, memberikan gambaran seberapa besar peta pengusahaan tanaman teh sinensis di Indonesia.

Menurut Atik Dharmadi, areal tanaman teh sinensis di Indonesia tercatat di Jawa Barat dan Banten. Ada pun tanaman teh sinensis adalah berupa jenis dari Taiwan dengan areal lebih dari 50 ha.

Di Garut, Jawa Barat, tercatat ada di Perkebunan Cisaruni PTPN I Regional 2 (eks PTPN VIII) kerjasama dengan Jepang, ada sekitar 50 ha. Namun, saat ini tidak jelas lagi keberadaan populasi tanaman teh sinensis di perkebunan Cisaruni.

Baca Juga: RUU Komoditas Strategis, Pelaku Perkebunan Teh dan Karet Rakyat Jawa Barat Merespon

Juga ada Bumi Prada PT Kabepe Chakra, pernah ada 20-an hektare tanaman teh sinensis. Ada pula keluarga Alm Haji Oero (Ferry & Egi) mengusahakan teh sinensis sekitar  5 ha.

“Jadi masih kurang dari 100 ha, dengan produksina masih kurang dari 100 ton teh kering,” ujar Atik Dharmadi.

Selain itu, tercatat pernah ada pula tanaman sinensis di Sumatera Utara juga bibit jenis dari aya Taiwan untuk produksi kanggo Oolong. Namun, kini juga tidak jelas lagi kabarnya.

Teh jenis sinensis sebenarnya merupakan yang paling awal ditanam di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda pada abad ke-19 lalu. Namun karena produksinya belum dapat diharapkan lebih cepat, kemudian pada awal abad ke-20 secara massal digantikan jenis assamica sampai kini.  ***

 

Editor: Kodar Solihat

Sumber: Wawancara

Tags

Terkini

Trending