Agroforestri Kina Dijajaki di Jawa Barat, Aspek Bisnis dan Manfaat Lingkungan Besar, Petani Dilibatkan

- 30 Juni 2024, 11:00 WIB
Populasi pohon kina di Kabupaten Bandung, dimana Jawa Barat potensial diusahakan pula secara agroforestri.
Populasi pohon kina di Kabupaten Bandung, dimana Jawa Barat potensial diusahakan pula secara agroforestri. /Instagram @pptk_id

JABARINSIGHT – Usaha agroforestri komoditas kina dijajaki dilakukan di Jawa Barat, dengan hitungan manfaat bisnis dan manfaat lingkungan yang besar.  Ada sejumlah lokasi di Jawa Barat yang secara historis dulunya merupakan kawasan tanaman kina rakyat, yang kini bisa ditumpangsarikan.

Populasi tanaman kina rakyat di Jawa Barat, kini sudah tidak jelas lagi, walau disebut-sebut potensi bisnisnya masih sangat besar. Pohon-pohon kina rakyat sudah sulit ditemui, banyak lahannya yang sudah berubah menjadi pohon kayu-kayuan, sayuran, atau kepada tanaman kopi, serta teh.

Di Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur, pernah terdapat areal perkebunan kina rakyat. Tetapi, karena panen dilakukan penebangan sporadis tanpa diimbangi peremajaan kembali tanaman, populasi pohon kina rakyat terus berkurang.

Di Garut misalnya di Cikajang dan Cigedug, pernah banyak tanaman kina rakyat, disamping perkebunan besar milik negara dan swasta. Kulit kina dahulu dipasok ke industri pengolahan kina PT Kimia Farma di Bandung, namun kini produksi dipindahkan ke PT Sinkona Indonesia Lestari di Subang.

Baca Juga: Kebun Teh Agroforestri di Pangalengan Bandung, Petani Tersenyum Dapat Harga Bagus

Gambaran pengusahaan

Kepala Bagian Usaha sekaligus peneliti pemuliaan tanaman di Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Kabupaten Bandung, Heri Syahrian, di Bandung, Kamis, 27 Juni 2024, mengatakan, ada potensi bahwa pengusahaan tanaman kina dapat dilakukan secara agroforestri. Komoditas kina bisa ditumpangsarikan dengan tanaman kopi, karena memiliki fungsi pula pelindung yang bagus.

“Komoditas kina memiliki potensi bisnis yang bagus, karena kebutuhan dunia masih tinggi. Tetapi, pasokan kina dalam negeri harus diupayakan dapat kontinyu, agar tidak ketergantungan kepada impor dari Afrika,” ujar Heri Syahrian, ketika ditemui Jabar Insight pada Internasional Tea Workshop digelar PPTK Gambung, di Hotel Jayakarta, Bandung.

Menurut dia, masa panen pertama pohon kina adalah pada umur enam tahun. Teknisnya secara pola agroforestri bisa diatur, karena petani jelas memerlukan pendapatan kontinyu jangka pendek dari komoditas lain, dan jangka panjang.

Baca Juga: Internasional Tea Workshop 2024 : Industri Teh Indonesia Harus Pentingkan Jaringan Pasar

Halaman:

Editor: Kodar Solihat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah