“Dolar yang menguat sangat menyulitkan industri TPT. Sebab, 70 persen bahan baku yang diperlukan berasal dari impor,” papar Acuviarta.
Sementara tekanan lain yang tidak kalah dahsyatnya adalah produk impor terutama produk jadi dari Tiongkok, saat ini membanjiri pasar domestik yang membuat produk dalam negeri tertekan. Hal ini terjadi, menurut Acuviarta, setelah penerapan Permendag No 8 2024.
Bahkan, Acuviarta memperkirakan, jumlah produk TPT impor yang masuk ke Jawa Barat lebih besar lagi, karena barang tersebut masuk ke Jawa Barat melalui Tanjungpriok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya), sehingga tidak terkontrol.
Hal senada diakui Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana. Menurutnya, masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.
Danang mengatakan, sejak dua tahun lalu industri TPT terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, dan mulai berangsur membaik pada tahun 2022.
Namun menurutnya, regulasi relaksasi barang impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berpotensi membuat pasar domestik didominasi oleh produk garmen dan tekstil impor.
Danang menambahkan bahwa gempuran tersebut membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri. Selain itu, pemangku kepentingan di industri TPT juga sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen.
"Dalam lima bulan terdapat empat kali perubahan Permendag sampai dengan Permendag 8 tahun 2024 ini," ujar dia.
Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah
Danang mengatakan, API berharap pemerintah mau menerapkan kembali larangan dan pembatasan impor, sehingga bisa menjaga iklim sektor TPT agar dapat mendominasi pasar domestik dan internasional.
Baca Juga: Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Hari Ini Kamis 4 Juli 2024