MENGEJUTKAN, Survey McKinsey & Co : 29 Persen Pemilik Mobil Listrik Global Ingin Kembali ke Mobil Konvensional

13 September 2024, 18:00 WIB
Pameran mobil listrik terus digeber. Namun survey McKinsey &Co cukup mengejutkan, 29 persen pemilik mobil listrik global ingin kembali ke kendaraan konvensional. /Toyota Astra Motor/

JABARINSIGHT – Di tengah tren mobil listrik ada informasi mengejutkan dimana cukup banyak pemilik mobil listrik yang ingin kembali ke mobil konvensional atau mobil berbahan bakar bensin, yang jumlahnya mencapai 29 persen.

Ada cukup banyak alasan yang membuat mereka berkeinginan seperti itu, salah satunya adalah biaya kepemilikan mobil listrik yang dinilai masih terlalu tinggi.

Baca Juga: INI Alasan Pj Gubernur Jabar Bey Triadi Ngotot agar Tol Getaci Bisa Secepatnya Terwujud

Informasi mengejutkan ini diperoleh dari hasil survey terbaru yang dilakukan sebuah firma konsultan manajemen global yang sudah cukup dikenal yakni McKinsey & Co. Mereka melakukan survey kepada 30 ribu responden di berbagai negara.

Informasi mengejutkan lagi adalah responden di Amerika Serikat (AS) jumlahnya lebih tinggi lagi yakni mencapai 46 persen atau hampir separuhnya dari jumlah pemilik mobil listrik di negara Paman Sam tersebut ingin kembali ke mobil bensin.

Biaya Kepemilikan Terlalu Tinggi

Mengutip dari laman teslarati.com melaporkan, survey terbaru itu dilakukan McKinsey & Co kepada 30 ribu responden yang secara teratur menggunakan mobil listrik untuk mobilitas mereka.

Hasilnya cukup mengejutkan dimana 29 persen pemilik mobil listrik di seluruh dunia, cenderung beralih kembali ke kendaraan bertenaga pembakaran internal atau kendaraan berbahan bakar fosil. Bahkan di AS angkanya jauh lebih tinggi lagi yakni sebanyak 46 persen.

McKinsey & Co memberikan sejumlah alasan yang membuat para pemilik mobil EV ini ingin kembali berkendara mobil konvensional.

Menurut temuan mereka, alasan yang paling menonjol adalah masalah infrastruktur pengisian daya yang kurang baik , total biaya kepemilikan kendaraan listrik yang terlalu tinggi, dan pola berkendara dalam perjalanan jarak jauh yang jadi terpengaruh.

Alasan-alasan ini cukup menarik karena secara umum pabrikan mobil listrik, seperti Tesla sudah mulai membangun jaringan pengisian daya cepat yang luas dan andal di seluruh Amerika Serikat sejak masa awal sedan Model S.

Maka tidak mengherankan jika temuan studi McKinsey diterima dengan skeptis oleh para pendukung kendaraan listrik.

Di platform media sosial seperti X, penggemar berat kendaraan listrik telah mencatat bahwa temuan survei tersebut cukup menarik karena tidak mencerminkan pengalaman kepemilikan kendaraan listrik sehari-hari mereka.

Baca Juga: TOL Getaci : Siap-Siap, Pekan Depan 73 Warga Desa Sukamanah Rancaekek Auto Jadi Jutawan Bahkan Miliarder

Bagaimanapun, salah satu poin terpenting seputar kendaraan listrik adalah gagasan bahwa pengemudi yang merasakan kendaraan listrik biasanya tidak kembali ke mobil bertenaga pembakaran. Itulah jargon yang selalu didengungkan ihak pabrikan mobil listrik (EV).

Hasil survey McKinsey &Co ini cukup mengejutkan bagi sejumlah pihak, seperti komunitas mobil listrik. Seperti yang dikemukakan Philipp Kampshoff, pemimpin Pusat Mobilitas Masa Depan McKinsey. Menurutnya, ia tidak menyangka sejumlah besar responden menyatakan bahwa mereka kemungkinan akan beralih kembali ke mobil bertenaga pembakaran.

"Saya tidak menyangka itu. Saya berpikir, 'Sekali menjadi pembeli EV, selamanya menjadi pembeli EV,'" katanya.

Temuan mengejutkan lainnya adalah bahwa pembeli cukup tertarik pada kendaraan listrik , dengan 38% responden di seluruh dunia yang saat ini tidak mengendarai EV menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan kendaraan listrik bertenaga baterai atau hibrida plug-in sebagai kendaraan mereka berikutnya.

Sebanyak 59% pembeli EV juga ingin menggunakan lebih banyak layanan konektivitas digital di masa mendatang. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Teslarati

Tags

Terkini

Trending