SUDAHKAH Pertumbuhan Ekonomi RI Berkualitas? Berkaca dari Fenomena Gelombang PHK di Industri TPT dan Alas Kaki

6 Juli 2024, 08:00 WIB
Ribuan buruh demo tolak PHK di depan Istana Negara. Sudahkan pertumbuhan ekonomi RI berdampak pada kesejahteraan rakyatnya? /Antara/Wahyu Putro/

JABARINSIGHT – Pertumbuhan ekonomi yang tinggi sejatinya tidaklah menjadi indikator kemajuan ekonomi yang berkualitas. Pertumbuhan baru dikatakan berkualitas jika sejalan dengan peningkatan kesejahteraan rakyatnya.

Ketika Pemerintah melalui Menteri Keuangan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada di angka 5%, hal ini menjadi sebuah keironian karena pada saat yang sama gelombang PHK khususnya di industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan alas kaki.

Baca Juga: INTIP Spesifikasi, Harga, Pajak Toyota Alphard Prabowo Subianto, Dibekali Teknologi Ramah Lingkungan

Bahkan pihak serikat buruh mencatat hingga saat ini gelombang PHK masih berlangsung dengan memakan korban hingga lebih dari 100 ribu pekerja di kedua sektor tersebut.

Tekanan dari berbagai arah yang dialami Industri TPT dan Alas Kaki dinilai sangat bertubi-tubi baik dari sisi produksi maupun sisi pasar hasil produksi. Pasar domestik saat ini memang diperparah dengan banjirnya produk impor, di saat pasar domestic belum pulih benar pasca Pandemi Covid-19.

Sudahkah Pertumbuhan Ekonomi RI Berkualitas?

Mengutip dari Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Candra Fajri Ananda bahwa pertumbuhan ekonomi berkualitas merupakan pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan, pengentasan kemiskinan, dan membuka kesempatan kerja yang luas.

Menurut Candra, pertumbuhan ekonomi, selain sebagai tolok ukur keberhasilan atau kemunduran perekonomian suatu negara, juga merupakan indikator kesejahteraan masyarakat.

Sayangnya ketika Menkeu Sri Mulyani mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh di angka 5%, hal itu dipertanyakan oleh pihak serikat pekerja.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal, memaparkan, badai PHK masih marak terjadi di sejumlah industri. Menurutnya, hal ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi belum optimal memberikan manfaat bagi kalangan menengah ke bawah.

Said Iqbal mengatakan bahwa ketika ekonomi tumbuh, mestinya ada penyerapan tenaga kerja. Di mana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi akan ada penyerapan tenaga kerja sebanyak 200 hingga 400 ribu.

"Pemerintah mengumumkan saat ini ekonomi tumbuh 5%. Seharusnya penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 2 juta. Tetapi kebalikannya, yang terjadi PHK dimana-mana," papar Said Iqbal.

Hal yang sama diakui pengamat ekonomi dari Unpas, Acuviarta Kartabi. BPS melaporkan petumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 mencapai 5,05 persen atau lebih baik dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 2,07 persen,  2021  mencapai 3,69 persen dan 2022  mencapai 5,31 persen.

Namun menurut, Acuviarta Kartabi, perbaikan ekonomi ini tidak sejalan dengan pertumbuhan industri dalam negeri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT). Ia mencontohkan, di Provinsi Jawa Barat, makin banyak industri gulung tikar di sektor TPT.

"Di Jawa Barat perekonomian memang angkanya bagus, tapi ketika melihat ke lapangan banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai sektor industri," ucap Acuviarta, dalam diskusi bersama Ikatan Wartawan Ekonomi dan Bisnis (IWEB) di Kota Bandung, 27 Juni 2024.

Menurut Acuviarta, jika sektor ini terus terganggu maka akan banyak hal terjadi PHK yang berimbas pada banyaknya masyarakat yang tidak punya penghasilan sehingga konsumsi rumah tangga juga akan mengalami penurunan.

"Kalau banyak PHK di industri, ini jelas akan  banyak masyarakat tak punya penghasilan dan konsumsi rumah tangga pun mau tak mau pasti menurun," kata Acuviarta.

Gelombang PHK

Dalam Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dikutip Selasa, 11 Juni 2024, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa ekonomi Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil secara nasional di atas lima persen selama lebih dari 10 kuartal berturut-turut. Hal ini terjadi di saat menghadapi dinamika global yang sangat dinamis dan menantang.

Baca Juga: Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini Jumat 5 Juli 2024,Turun 11 Poin

Menurutnya, seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan dan pengangguran juga mengalami penurunan karena penyerapan tenaga kerja yang juga meningkat.

 "Mayoritas provinsi telah berada di bawah kondisi pra pandemi, artinya kita telah berhasil menurunkan kembali kemiskinan dan pengangguran sesudah mengalami lonjakan akibat pandemi," ungkap Sri Mulyani.

Namun menurut Acuviarta, penyerapan tenaga kerja yang dimaksud yang mana, apakah pekerja yang sebelumnya setengah nganggur, atau pekerja yang sebelumnya tidak dibayar.

Atau menurut Presiden konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal pertumbuhan ekonomi yang diumumkan pemerintah hanya dinikmati kelas menengah ke atas. Sedangkan kelas bawah justru terjadi gelombang PHK.

"Sekarang Pemerintah mengumumkan ekonomi tumbuh 5%. Seharusnya penyerapan tenaga kerja adalah sebanyak 2 juta. Tetapi kebalikannya, yang terjadi PHK dimana-mana," ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan data KSPI, beberapa perusahaan melakukan PHK besar-besaran seperti PT Nikomas Gemilang PHK 3.261 orang, PWI 1000 orang ,dan dalam proses PHK kurang lebih 3 ribu orang. Panarub sudah melakukan PHK 2.000 orang. Kemudian PT Lawe di Bandung melakukan PHK 1.800 orang.

Baca Juga: 25 Usaha Olahan Kopi dan Kakao Jawa Barat Dikirim ke  Business Matching Manila 2024

Terjadinya tren PHK juga semakin ditegaskan oleh Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI pada 2 Juli 2024.

Anggoro melaporkan, terjadinya peningkatan klaim Jaminan hari Tua (JHT). Menurutnya, pada periode Januari hingga Mei 2024, jumlah klaim JHT mencapai Rp 385 miliar. Klaim JHT biasanya dilakukan oleh pekerja yang sudah tidak bekerja lagi.

Menurutnya, total jumlah klaim mencapai 12.586 orang dengan nilai manfaat yang telah dibayarkan total Rp 385 miliar. Anggoro mengungkapkan, secara total hingga Mei 2024 klaim JHT yang disebabkan oleh PHK telah mencapai 62.794 orang.

Anggoro menambahkan, tren PHK memang sedang terjadi. Pada tahun lalu, klaim JHT sebab PHK di sektor tektil, mencapai 17% atau setara 48.911 orang pada periode Januari-Desember 2023. Tahun ini baru periode Januari hingga Juni jumlahnya sudah mencapai 62.794 orang.

Kalau begitu wajar kalau kemudian muncul kesanksian, sudahkah pertumbuhan ekonomi negeri ini berkualitas yang memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya? Atau memang hanya dinikmati sekelompok masyarakat saja? ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Wawancara, Antara, Jabarprov.go.id

Tags

Terkini

Trending