Baca Juga: Pinjam Dana Tunai di Pegadaian Tanpa Bunga? Begini Cara Ikut Program Gadai Bebas Bunga
Bea keluar tumbuh 58,1 persen
Dari segi bea keluar, pemerintah mencatat penerimaan sebesar Rp9,3 triliun atau tumbuh 58,1 persen (yoy).
Pertumbuhan itu dipengaruhi oleh bea keluar tembaga yang tumbuh signifikan 928 persen (yoy) dengan share dari total bea cukai mencapai 76,5 persen. Hal itu dipengaruhi relaksasi ekspor komoditas tembaga.
Pertumbuhan signifikan tersebut, kata Menkeu, lantaran Newmont, Amman, dan Freeport diperbolehkan untuk ekspor. Akan tetapi, mereka harus menyelesaikan smelter dan harus membayar bea keluar yang lebih tinggi.
"Ini menyebabkan penerimaan kita tinggi. Jadi memaksa hilirisasi dan mereka sudah melakukan. Belum selesai, namun mereka harusnya waktu itu sudah ada deadline-nya," ujar Sri Mulyani.
Menkeu lalu merinci bea keluar produk sawit yang turun 60 persen (yoy) karena dipengaruhi penurunan rata-rata harga minyak kelapa sawit (CPO) 2024 sebesar 5,91 persen (yoy).
Penurunan volume ekspor produk sawit tercatat sebesar 15,48 persen (yoy) dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton.
Selanjutnya, Menkeu memaparkan penerimaan dari segi cukai yang tercatat Rp116,1 triliun atau tumbuh 0,5 persen (yoy).
Menurut Sri Mulyani, sebelumnya cukai mengalami pertumbuhan negatif dan tahun ini mencatat pertumbuhan positif setelah menaikkan bea cukai untuk mendukung penurunan produksi rokok.