Holding PTPN dan Pemerintah Indonesia Amankan Masa Depan Usaha Perkebunan Karet

7 Juli 2024, 17:32 WIB
PTPN III mengamati sistem penyadapan getah karet, pada pusat riset karet di negara Thailand, 3-4 Juli 2024. /Instagram @holdingperkebunan

JABARINSIGHT – Pemerintah Indonesia dengan dimotori BUMN perkebunan PTPN IIII (persero), berupaya melakukan penyelamatan masa depan usaha perkebunan karet. Produksi karet alam yang terkena banyak hantaman situasi, kini mulai terasa dampaknya.

Usaha produksi karet alam diketahui kembali bagus pada tahun 2024 sejak 2023. Tetapi, secara umum produksi pasokan pada sejumlah unit perkebunan besar karet dan karet rakyat, mengalami turun karena produktivitas menurun dan arealnya menurun.

Diketahui, banyak unit perkebunan karet dikonversi kepada usaha kelapa sawit. Sebab, selain merasa patah semangat mengusahakan karet alam, juga tergiur kepada usaha kelapa sawit yang hasilnya lebih menjanjikan keuntungan lebih baik.

Pihak PTPN III selaku holding BUMN perkebunan, berkepentingan menyelamatkan masa depan usaha karet alam Indonesia. Tampaknya, berbagai hantaman yang melanda usaha perkebunan karet kini sudah terasa dampaknya, yaitu produksi dan pasokan karet alam mulai berkurang tajam.

Baca Juga: Produksi Perkebunan Karet Rakyat di Jawa Barat Berpotensi Kualitas Terbaik di Indonesia

Informasi terkini

Informasi diperoleh dari PTPN III melalui Instagram @holdingperkebunan, Minggu, 7 Juli 2024, pihak Kemenko Perekonomian dan PTPN III sudah melakukan pertemuan dengan pihak Thailand, membahas masa depan produksi karet. Diketahui, Thailand disusul Indonesia, merupakan dua negara penghasil terbesar karet alam dunia.

Dari PTPN III, dilakukan Direktur Pemasaran, Dwi Sutoro, dimana pertemuan ini bertujuan mencari informasi gambaran situasi terkini industri karet alam di Thailand. Pihak Indonesia menjalin kerjasama dengan Rubber Authority of Thailand.

Dwi Sutoro menyebutkan, diperoleh gambaran informasi dari pusat riset karet alam di Thailand, mengenai cara-cara penyadapan getah. Sistemnya, adalah low tapping system frequency, dijajaki apakah bisa diterapkan atau tidak di Indonesia.

Diketahui, selama beberapa tahun terakhir, industri karet nasional mengalami tekanan berat akibat serangan penyakit gugur daun yang mengakibatkan penurunan produktivitas karet.

Kondisi demikian, menimbulkan ketidakpastian di kalangan pelaku bisnis karet, termasuk petani karet, perkebunan karet, dan pengolahan karet alam. Proses konversi perkebunan karet ke komoditas lain sudah mulai dirasakan dampaknya.

Baca Juga: Produk Industri Karet Alam Meningkat Digunakan di Dunia, Jawa Barat Bisa Jadi Pemain

Waspada jebakan

Sementara itu, salah seorang pelaku usaha produksi karet alam di Jawa Barat, Acep Munandar yang sehari-harinya Komisaris Bina Mitra Agro, Cilampuyang, Malangbong, Garut, mengingatkan agar usaha perkebunan karet jangan lengah dengan situasi.

Yang menjadi perhatian, bahwa konversi tanaman karet, misalnya kepada kelapa sawit, bisa beresiko menjadi “bumerang”. Sebab, ada kemungkinan jika kondisi konversi tanaman karet terus berlanjut, Indonesia bisa menjadi terbalik ketergantungan kepada karet alam impor.

Ia mengatakan, mesti dicermati, ada sejumlah negara lain malah kini memperluas areal perkebunan karet melalui teknologi. Padahal, negara-negara dimaksud sebenarnya kondisi alam dan tanahnya kurang cocok untuk ditanami karet, tetapi ingin menyediakan sendiri karet alam untuk industri.

“Indonesia jangan terkena jebakan negara lain berkepentingan produksi karet alam. Bisa jadi, masa depan usaha karet alam bakal jauh lebih baik, dibandingkan ramai-ramai konversi ke komoditas lain yang malah beresiko harga jatuh karena produksi menjadi terlalu banyak,” terangnya. ***

 

Editor: Kodar Solihat

Tags

Terkini

Trending