PENJULAN Meningkat, Apakah Mobil Listrik Terkena Pajak progresif? Ini Cara Menghitung Pajaknya

29 Juli 2024, 15:00 WIB
GIIAS 2024 yang baru berakhir 28 Juli 2024, juga memaerkan deretan mobil listrik. Apakah mobil ini terkena pajak progresif? /Indonesia Auto Show/

JABARINSIGHT – Tren penjualan mobil listrik di pasar otomotif Indonesia terus mengalami peningkatan. Menariknya, peningkatan penjualan varian mobil jenis ini terjadi di tengah penjualan mobil mengalami penurunan di Semester 1 2024.

Namun yang menjadi pertanyaan adalah, sejalan dengan peningkatan penjualan mobil maka ada faktor pajak yang akan menjadi pemasukan bagi negara. Lalu apakah penerapan pajak progresif bagi mobil listrik juga berlaku di mobil varian ini?

Baca Juga: New Pajero Sport Hadirkan Pembaruan Desain Eksterior dan Interior, Segini Harganya!

Ada beberapa faktor yang membuat penjualan mobil listrik di Indonesia mengalami peningkatan, selain karena adanya dukungan kemudahan yang diberikan oleh regulasi pemerintah, juga semakin banyaknya merek mobil listrik yang masuk ke pasar Indonesia, terutama dari China, membuat konsumen banyak pilihan dengan harga yang kompetitif.

Data terbaru yang dirilis Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia atau Gaikindo menyebutkan, penjualan battery electric vehicle (BEV) pada Semester 1 2024 secara wholesale mencapai 11,9 ribu unit. Jumlah ini mengalami peningkatan 130 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu, yang hanya terjual sebanyak 5,1 ribu unit saja.

Data penjualan bulan Juni 2024 mobil BEV yang terjual sebanyak 2,2 ribu unit. Angka ini mengalami peningkatan 11% dibanding penjualan Mei 2024.

Peningkatan penjualan mobil listrik ini justru terjadi pada saat penjualan mobil di Semester  1 2024 mengalami penurunan sebesar 19,5%.

Apa Itu Pajak Progresif?

Pajak Progresif adalah penerapan tarif pajak kendaraan kepemilikan kedua dan seterusnya yang lebih besar dari tarif pajak kendaraan kepemilikan pertama. Adapun tujuan diberlakukan pajak progresif adalah untuk mengendalikan pertumbuhan kendaraan pada suatu daerah. Penerapan pajak progresif merupakan kewenangan dari gubernur suatu provinsi. 

Pada pasal 6 UU No 28 Tahun 2009 disebutkan bahwa untuk kepemilikan Kendaraan Bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% (dua persen) dan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).

Misalnya pada kendaraan bermotor yang didasarkan atas nama, alamat tempat tinggal, dan jenis kendaraan yang sama. Sebagai gambaran, apabila Anda memiliki 2 motor yang keduanya atas nama Anda, maka motor keduanya dipungut tarif pajak progresif motor. Atau, bila di keluarga Anda memiliki 3-4 unit motor, meski nama kepemilikan berbeda, namun masih dalam 1 Kartu Keluarga (KK) atau alamat, maka motor kedua-keempat akan dikenakan tarif progresif motor dan mobil

Akan tetapi, bila Anda memiliki 1 motor dan 1 mobil, meski dengan nama dan alamat yang sama, selama kendaraan tersebut adalah kendaraan pertama, maka perlakuannya sebagai kepemilikan pertama dan tidak dikenakan tarif progresif.

Sementara itu, untuk TNI/Polri, angkutan umum, ambulans, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran, kendaraan pemerintah pusat dan daerah, dan lembaga sosial dan keagamaan tidak diberlakukan tarif pajak tersebut.

Apakah Pajak Progresif juga Berlaku bagi Mobil Listrik?

Guna mendorong penggunaan mobil listrik yang dinilai ramah lingkungan, maka pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan insentif, di antaranya Peraturan Gubernur No. 41 Tahun 2021 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Pembuatan Sebelum Tahun 2021.

Baca Juga: Ini Rekomendasi Tanaman Hias Dalam Pot yang Aman dan Indah untuk Dekorasi Ruangan Rumah, Kesegarannya Alami

Salah satu kebijakan yang diberlakukan pemerintah adalah pengurangan nilai pajak tahunan untuk mobil listrik. Hal ini membuatnya lebih terjangkau bagi masyarakat. Dampaknya, minat terhadap mobil listrik semakin meningkat di Indonesia.

Adapun beberapa dasar hukum pajaknya adalah :

1.Peraturan Pemerintah (PP) No. 73 Tahun 2019

PP ini merinci insentif yang diberikan untuk pemilik mobil listrik dalam dua tahap yang berbeda, sesuai dengan jenisnya.

Menurut ketentuan dalam peraturan ini, mobil listrik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu mobil listrik murni, mobil listrik PHEV, dan mobil listrik model hybrid. Setiap kategori diberikan keuntungan berupa pengurangan tarif pajak pada dua tahap yang telah ditetapkan.

Pada tahap pertama, mobil listrik murni mendapatkan insentif tarif pajak sebesar 0 persen, dan hal ini juga berlaku pada tahap kedua. Sedangkan untuk mobil listrik PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle), insentif yang diberikan adalah sebesar 5 persen pada tahap pertama dan meningkat menjadi 8 persen pada tahap kedua.

Sedangkan untuk mobil listrik model hybrid, insentif tarif pajaknya berkisar antara 6-8 persen pada tahap pertama. Kemudian, tarif ini meningkat menjadi 10-12 persen pada tahap kedua.

2.Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2021

Dalam ketentuan tersebut, diatur bahwa teknologi baterai kendaraan listrik, termasuk baterai mobil listrik, dan juga kendaraan bermotor dengan teknologi fuel cell electric vehicles, akan dikenakan PPnBM (pajak pembelian barang mewah) dengan tarif insentif sebesar 15 persen dari tarif normal.

Sementara untuk kendaraan bermotor jenis PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle), PPnBM-nya mendapat insentif sebesar 15 persen dari tarif normal yang berlaku. Selain itu, terdapat juga DPP (Dasar Pengenaan Pajak) sebesar 33,33 persen dari harga jual kendaraan tersebut.

3.Permendagri No. 1 Tahun 2021 Pasal 10 dan 11

Pembebasan pajak untuk mobil listrik telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021, khususnya dalam Pasal 10 dan 11. Menurut kedua pasal tersebut, kendaraan listrik hanya akan dikenakan pajak sebesar 10 persen dari tarif normal yang berlaku.

Baca Juga: Mengenal Sound Search Fitur Baru Pencari Lagu di TikTok, Cukup dengan Senandung

Ketentuan ini berlaku baik untuk kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Dengan adanya aturan ini, diharapkan kepemilikan kendaraan listrik akan semakin meningkat di kalangan berbagai lapisan masyarakat di Indonesia.

4.UU HKPD

Dalam UU ini, mobil listrik dikecualikan sebagai objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Artinya, mobil listrik tidak akan terkena PKB dan BBNKB seperti yang biasa berlaku bagi kendaraan konvensional. Aturan ini dijadwalkan akan mulai diberlakukan pada tahun 2025 mendatang.

Cara Menghitung Tarif Pajak Mobil Listrik

Proses penghitungan pajak untuk mobil listrik masih sama dengan perhitungan pajak untuk mobil pada umumnya. Perbedaannya terletak pada besaran pajak yang harus dibayarkan, yang hanya mencapai 10 persen dari tarif normal. Namun, metode perhitungannya tetap sama dengan mobil konvensional.

Cara menghitung pajak kendaraan listrik menggunakan rumus Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) dikalikan dengan 2 persen. Selanjutnya, biaya Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) akan ditambahkan ke jumlah tersebut.

Contohnya, sebuah mobil listrik dengan harga Rp400 juta dan punya nilai jual kendaraan bermotor (NJKB) dengan besaran Rp200 juta.  Normalnya pajak tahunan PKB = Rp 200 juta x 2% = 4.000.000. Namun, dikarenakan mobil listrik mendapat insentif dari pemerintah, maka PKB yang dibayarkan hanyalah 10% nya yakni sebesar Rp400.000.

Itulah penjelasan soal pajak progresif dan cara penghitungan pajak mobil listrik. Semoga bermanfaat. ***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: pajak.go.id, Wuling, Samsat

Tags

Terkini

Trending