JABARINSIGHT - Harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng rakyat atau MinyaKita sebesar Rp15.700 per liter sudah berlaku dan segera diundangkan pada pekan depan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengungkapkan HET MinyaKita tersebut, seusai meresmikan Porseni Kementerian Perdagangan di Jakarta, Jumat, 19 Juli 2024.
Menurut Zulkifli, aturan resmi terkait HET MinyaKita akan dikeluarkan melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang saat ini telah selesai relaksasi.
"Sudah berlaku harga Rp15.700. Nanti memang resminya tentu ada Permendag-nya," kata Zulkifli seperti dilansir Antara.
Zulkifli menjelaskan, semula HET MinyaKita diusulkan sebesar Rp15.500. Akan tetapi, karena nilai dolar AS menguat, dipilih jalan tengah menjadi sebesar Rp15.700 per liter.
"Kan ada hitungan dari BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan-red.). Ada yang usul Rp15.500. Karena dolar naik, jalan tengahnya, ketemunya Rp15.700," tutur Zulkifli.
Pada kesempatan itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menyatakan, Permendag terkait HET MinyaKita telah diharmonisasi pada Kamis, 18 Juli 2024, malam.
Baca Juga: Cincin Pintar Samsung Galaxy Ring Bisa Analisis Tidur dan Pantau Detak Jantung, Segini Harganya
Diundangkan pekan depan
Selanjutnya, Permendag terkait HET MinyaKita tersebut akan diundangkan di Kementerian Hukum dan HAM.
"Mudah-mudahan minggu depan ini, tinggal nunggu perundangan," ucap Isy menjelaskan.
Sebelumnya, HET MinyaKita ditetapkan dengan harga Rp14.000 per liter.
Aturan tersebut tercantum dalam Surat Edaran Nomor 03 Tahun 2023 tentang Pedoman Penjualan Minyak Goreng Rakyat yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan.
Naiknya HET MinyaKita dari Rp14.000 menjadi Rp15.700, dinilai sejumlah kalangan tetap lebih murah dibandingkan dengan minyak goreng kemasan premium.
Baca Juga: WOW, Samsung Rilis Galaxy Z Flip 6 Edisi Doraemon, Ponsel Langka Hanya Tersedia 800 Set di Dunia
Alasan relaksasi HET MinyaKita naik menjadi Rp15.700 karena HET Rp14.000 dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan harga biaya pokok produksi yang terus mengalami perubahan.***