INDUSTRI TPT Jawa Barat dalam Kondisi Lampu Merah, Acu : Jika Dibiarkan, Gelombang PHK akan Terus Terjadi

5 Juli 2024, 08:00 WIB
Industri TPT Jawa Barat lampu merah. Pemerintah harus segera turun tangan. /Antara/

JABARINSIGHT – Industri TPT atau Tekstil dan Produk Tekstil Jawa Barat saat ini berada dalam kondisi lampu merah. Mereka mendapatkan tekanan bertubi-tubi dari segala arah. Salah salah satunya akibat membanjirnya produk impor di pasar domestik.

Pengamat ekonomi dari Unpas, Acuviarta Kartabi mengatakan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan maka gelombang PHK di sektor industri TPT akan sulit dibendung.

Baca Juga: SAAT Kedigdayaan Industri Pengolahan Jawa Barat Digerus Produk Impor, Sampai Kapan Dibiarkan?

Padahal, industri TPT Jabar merupakan penyumbang nomor 2 terbesar terhadap industri TPT nasional. Dari data BPS, pada tahun 2023, subsektor ini menyumbang kontribusi sebesar 58,81% terhadap industri TPT nasional.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat hampir 50.000 pekerja di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak Januari 2024 hingga awal Juni.

Jumlah ini lebih banyak dari yang dikemukakan sebelumnya yakni sekitar 13.000 karyawan.

"Sebetulnya hampir 50. 000 (pekerja) yang riil. Nah, hanya banyak tidak mau nama perusahaannya diekpose, enggak mau," ujar Presiden KSPN Ristadi .

Acuviarta : Industri TPT Lampu Merah

Pengamat ekonomi  dari Unpas, Acuviarta Kartabi menilai bahwa industri TPT saat ini dalam kondisi lampu merah, yang harus mendapatkan penanganan segera. Menurutnya, sektor ini tengah menghadapi tekanan bertubi-tubi baik dari sisi produksi maupun dari sisi pasar.

Acuviarta menjelaskan, kurs dolar AS yang menguat saat ini dinilai sangat memberatkan industry TPT.

“Dolar yang menguat sangat menyulitkan industri TPT. Sebab, 70 persen bahan baku yang diperlukan berasal dari impor,” papar Acuviarta.

Sementara tekanan lain yang tidak kalah dahsyatnya adalah produk impor terutama produk jadi dari Tiongkok, saat ini membanjiri pasar domestik yang membuat produk dalam negeri tertekan. Hal ini terjadi, menurut Acuviarta, setelah penerapan Permendag No 8 2024.

Bahkan, Acuviarta memperkirakan, jumlah produk TPT impor yang masuk ke Jawa Barat lebih besar lagi, karena barang tersebut masuk ke Jawa Barat melalui Tanjungpriok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya), sehingga tidak terkontrol.

Hal senada diakui Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana. Menurutnya, masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.

Danang mengatakan,  sejak dua tahun lalu industri TPT terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, dan mulai berangsur membaik pada tahun 2022.

Namun menurutnya, regulasi relaksasi barang impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berpotensi membuat pasar domestik didominasi oleh produk garmen dan tekstil impor.

Danang menambahkan bahwa  gempuran tersebut membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri. Selain itu, pemangku kepentingan di industri TPT juga sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen.

"Dalam lima bulan terdapat empat kali perubahan Permendag sampai dengan Permendag 8 tahun 2024 ini," ujar dia.

Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Danang mengatakan, API berharap pemerintah mau menerapkan kembali larangan dan pembatasan impor, sehingga bisa menjaga iklim sektor TPT agar dapat mendominasi pasar domestik dan internasional.

Baca Juga: Rupiah Menguat Terhadap Dolar AS Hari Ini Kamis 4 Juli 2024

Sebelumnya Kementerian Perindustrian menyebut industri tekstil dan produk tekstil (TPT) khawatir terhadap dominasi barang impor akibat relaksasi larangan dan pembatasan (lartas) di regulasi Permendag 8/2024 yang tak lagi memberlakukan pertimbangan teknis (Pertek).

Sementara itu, Acuviarta mengatakan, dalam kondisi lampu merah tersebut, pemerintah harus segera responsive mengatasi kondisi ini.

Acuviarta mengusulkan beberapa kebijakan yang harus segera dikeluarkan pemerintah yakni :

-segera keluarkan insentif bahan baku

-pembebasan pajak, seperti PBB

-pemberian subsidi upah buruh

Acuviarta khawatir jika kondisi ini tidak segera ditangani, gelombang PHK akan terus berlangsung dan sulit untuk dibendung.

***

Editor: Dendi Sundayana

Sumber: Wawancara, Antara

Tags

Terkini

Trending